Oleh: Prof. Maftukhin (Rektor UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung)
Ibadah haji telah usai. Jemaah asal Indonesia telah tiba di tanah air. Meski beberapa masih berada di tanah suci tapi pada saatnya nanti mereka akan berangsur pulang ke Indonesia. Tinggal menunggu jadwal saja. Menurut saya, pelaksanaan haji tahun ini secara umum berjalan lancar. Pelayanan telah diberikan secara maksimal oleh panitia penyelenggara haji. Meskipun, beberapa pihak menilai masih ada perbaikan yang harus dilakukan.
Saya kira, perbaikan dan evaluasi akan terus dilakukan untuk memberikan pelayanan prima bagi Jemaah haji nantinya. Dari sekian peristiwa yang ada saat ibadah haji tahun ini, yang perlu kita apresiasi adalah kesigapan kementerian agama selaku penanggung jawab penyelenggara ibadah haji. Bukan karena saya adalah bagian dari kementerian ini. Silakan anda cek sendiri saja, seperti apa respon yang dilakukan panitia penyelenggara saat di tanah suci. Bagaimana kebijakan diambil begitu cepat jika terjadi sesuatu pada Jemaah. Begitu juga dengan tangan-tangan sigap para panitia di lapangan. Mereka juga tidak segan untuk minta maaf jika itu memang sebuah kelalaian.
Menjadi panitia penyelenggara ibadah haji bukan persoalan mudah. Bayangkan saja, bagaimana ribetnya mengurus 221.000 orang yang akan beribadah. Mereka dari seluruh penjuru nusantara yang memiliki karakter dan budaya masing-masing. Mengelola ratusan ribu jemaah seperti itu harus memiliki jiwa kepemimpinan yang kuat serta memiliki kemampuan manajemen yang mumpuni. Satu hal yang harus dimiliki lagi yakin kekuatan spiritual. Pemerintah dalam hal ini menjadi kunci penting dalam penyelenggaran haji.
Menurut A Chunaini Saleh (2008), pemerintah itu mempunyai kebijakan yang dapat menentukan keberhasilan penyelenggaraan haji. Kebijakan yang telah diputuskan pemerintah diharapkan bisa menjadi feeding supply dalam rencana reformasi penyelenggaraan haji. Hal tersebut dilakukan agar penyelenggaraan haji ke depan bisa lebih menjaga profesionalitas, efisiensi dan efektifitas pengelolaan di masa yang akan datang. Sementara itu, M. Abdul Ghafur Djawahir (2012) menyatakan ada beberapa alternatif dari pemerintah terkait pengelolaan haji di masa depan, yaitu: pertama, dukungan dari manajemen. Hal ini berkaitan dengan penguatan organisasi dan kelembagaan, pengendalian mutu, pengelolaan keuangan, penertiban aset-aset haji, pengawasan haji, koordinasi antar petugas penanggung jawab, hingga evaluasi.
Pendapat di atas memang menjadi dasar penting dalam menyelenggarakan haji. Pengelolaan manajemen yang ketat menjadi sesuatu yang tidak bisa ditinggalkan. Sekarang mari kita lihat bersama, bagaimana kepemimpinan dan manajemen Kementerian Agama dalam proses pelaksanaan haji tahun ini. Mulai dari persiapan hingga pemulangan jemaah. Pertama, saat harus meyakinkan pihak Arab Saudi agar kuota jemaah haji di Indonesia tidak lagi ada pengurangan bahkan sampai diupayakan ada tambahan kuota jemaah haji. Yang tak kalah penting adalah, setelah kuota itu ditetapkan maka mendahulukan lansia adalah kebijakan yang tepat karena lansia tidak perlu menunggu lama. Kemudian, berlanjut saat pemberangkatan hingga memastikan seperti apa konsumsi yang harus disediakan di lapangan. Semua disiapkan secara maksimal. Dipastikan agar para jemaah bisa nyaman dan khusyuk saat beribadah. Saat puncak haji memang ada sedikit persoalan muncul namun langkah cepat segera dibuat oleh tim penyelenggara di lapangan. Langkah diplomasi yang tegas juga dilakukan. Lihat saja, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas saat bertemu dengan Masyariq. Marah yang membuncah itu karena dirinya memang ingin meminta pertanggungjawaban dari Masyariq karena ada jemaah yang masih belum mendapatkan layanan dengan baik. Jika bukan orang yang bertanggung jawab saya yakin Gus Yaqut tidak akan melakukan langkah tersebut.
Melihat apa yang dilakukan panitia penyelenggara haji saya teringat dengan ajaran Astabrata. Mereka sejatinya telah meneladani apa yang menjadi bagian dari ajaran leluhur orang jawa tersebut. Kita tahu, Astabrata itu merupakan ajaran tentang dharma atau kewajiban ratu gung binathara. Asta yang bermakna “delapan” dan brata artinya “laku”. Dengan begitu Astabrata berarti delapan laku, atau delapan sifat, atau delapan watak, sebagai bentuk kewajiban seorang raja atau Gusti untuk menghadapi rakyat atau kawula-nya secara bijaksana. Dalam hal ini adalah laku pemimpin pada rakyatnya atau dalam hal ini adalah laku Menteri Agama dalam melayani jemaah haji.
Laku pertama yakni pemimpin yang seperti hujan yang menebar ke bumi yang merata. Artinya, dalam laku kepemimpinan tidak membeda-bedakan. Ini juga terlihat dalam pelaksanaan ibadah haji. Semua jemaah mendapat perlakukan pelayanan yang sama. Yakni, sama-sama dilayani dengan maksimal. Kedua adalah Barata Yama. Ini adalah laku kepemimpinan adil. Melihat ini menteri agama juga adil bahkan tegas jika harus memberikan sanksi jika ada hal-hal yang melanggar. Selanjutnya tentang kebijaksanaan ketiga adalah Betara Surya. Ini sifat matahari yang terus menyinari. Gus Yaqut telah menjadi matahari yang bisa memberikan kekuatan atau dalam hal ini memberikan motivasi pada semua tim untuk bekerja maksimal.
Ajaran berikutnya adalah Batara Candra yang artinya kebijaksaan seperti bulan. Gus Yaqut telah menjadi keteduhan. Pada ajaran Barata Bayu Gus Yaqut seperti angin yang memberikan kesejukan pada jemaah haji melalui kebijakan-kebijakan yang diambil. Ajaran Batara Kuwera adalah kedermawanan yang juga dilakukan para petugas haji. Mereka rela berkorban untuk para jemaah. Serta ajaran yang ketujuh adalah Baruna yang artinya samudera. Gus Yaqut tetap saja tegar meski diserang oleh berbagai pihak yang nyinyir terhadap pelaksanaan haji tahun ini. Begitu juga para panitia penyelenggara haji mereka tetap saja sabar. Kedepalan adalah Barata Brama. Gus Yaqut bisa menjadi api yang sudah kita lihat bersama saat bersikap di hadapan Masyariq.
Meski terlalu berlebih jika saya harus memberikan ulasan tentang Astabrata dalam kepemimpinan panitia penyelenggara haji tahun ini. Sekali lagi, mari kita apresiasi perjuangan para panitia penyelenggara haji. Tabik!
Daftar Bacaan
A. Chunaini Saleh, Penyelenggaraan Haji Era Reformasi: Analisis Internal Kebijakan Publik Departemen Agama. Tangerang: Pustaka Alvabeta, 2008
B. M. Abdul Ghofur, Haji dari Masa ke Masa, Jakarta: Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh Kementerian Agama, 2012