Senin, 07 Desember 2015 17:35
Print

(Tulungagung) Acara Ceramah Ilmiah dan Kebudayaan yang diadakan oleh Institut Transvaluasi untuk Pengembangan Filsafat dan Agama kini hadir dengan seri yang berbeda. Tentunya dengan seri yang menarik dan ditunggu oleh peserta diskusi. Seri yang diusung yaitu "Gender Equality/Equity: Antara Imaji Teoretik dan Kenyataan" dengan mengambil tema "Menalar Pandangan Hadist-hadist tentang Perempuan" oleh Dr. Salamah Noorhidayati, M.Ag., Rabu (11/11). Acara tersebut merupakan kegiatan rutin Jurusan Filsafat Agama dan bertempat di Aula Utama IAIN Tulungagung pada pukul 18.30-21.30 WIB. Acara yang spektakuler ini dihadiri Mahasiswa, Dosen, Civitas akademika di lingkungan IAIN Tulungagung.
Institut Transvaluasi dibuka dan diresmikan oleh Bapak Dr. Abad Badruzaman, Lc. M.Ag selaku Dekan Fakultas Ushuluddin, Adab, dan Dakwah  IAIN Tulungagung. Dalam sambutannya beliau memberikan selamat kepada Institut Transvaluasi yang menjadi kebanggan FUAD dan IAIN Tulungagung karena kegiatan berdiskusi yang diselanggarakan ini dikelola secara profesional, tertib pesertanya, tertib acaranya, tertib pengambilan  fotonya dan didokumentasikan melalui media online.

Dr. Salamah Noorhidayati, M.Ag. menyampaikan bahwa desertasi ini masih langka di tahun 2005 yang dijadikan acuan beliau saat menempuh ujian S3 di UIN Sunan Kalijaga. Judul desertasi ini “Menalar Pandangan Hadist-hadist tentang Perempuan”. Latar belakang mengambil judul karena maraknya kajian-kajian diberbagai bidang meliputi hadis, tafsir, fiqih maupun isu-isu umum yang sangat marak.
Ada dua kecenderungan model penelitian hadist, yang pertama bersifat apresiatif (berupa hadist yang memberikan apresiasi secara positif terhadap perempuan) dan kritis (berupa hadist yang memberikan diskriminasi terhadap perempuan). Kecenderungan itu diakibatkan paradigma, pola berfikir, metode dan pendekatan yang digunakan dalam kajian.  Pola pikir sangat dipengaruhi oleh wawasan yang luas dari peneliti, sedangkan alam metode dan pendekatan, kajian yang digunakan kajian tekstual sesuai bunyi teks dan kajian kontekstual mempertimbangkan konteks hadist mikro maupun makro. Dalam rangka menjembatani kecendurungan muncullah ide dalam membuat proposal. Banyak sekali tipologi yang dapat diambil dari kemunculan ide dalam proposal tersebut meliputi: apresiatif literal, kritis literal, apresiatif kontekstual, kritis kontekstual disitu mengesankan adanya pemikiran yang sifatnya atomistik/parsial.
Jenis desertasi ini termasuk kepemahaman hadist. Sebenarnya ada bidang lain yaitu kritik sanad dan matan hadist.. Kepemahaman hadist mau tidak mau, tidak bisa dipisahkan dari kritik saad dan matan. Riset ini merupakan Ilmu memahami hadist. Tidak ada pelecehan tentang perempuan (merendahkan). Memberikan patokan terhadap hadis, bagaimanapun hadistnya intinya pembebasan terhadap perempuan. Tetapi, tergantung juga pada peneliti, memiliki pandangan yang luas atau sempit. Bapak Dr. Abad Badruzaman Lc. M.Ag.  menambahkan bahwa selain itu harus ada Kritis Historis untuk melengkapinya.
Hadist itu relevan dizamannya, tetapi kan belum tentu relevan di zaman sekarang ini. Perlu ada sifat kompromi dan tidak tergesa-gesa dalam memilah hadist. Ketidak cocokan wawasan (pandangan) dengan sikap. Perlu ditekankan pada pandangan, bahwa laki-laki dan perempuan itu sama. Tetapi untuk sikap itu sulit untuk dirubah. Beliau tidak setuju dan menolak  hadist-hadist misoginis. Banyak penelitian hadist sudah dipengaruhi ideologi (pandangan) penulis. Asal-usul perempuan diciptakan sama. Dalam konteks rohaninya bukan dari fisiknya. Beliau lebih suka menyebutnya hadist-hadist bernada kritis bukan misoginis.
Perempuan berhak dan layak atas kesetaraan dan juga keadilan. Kita bukan orang kedua. Kita itu sama sebenarnya. Orang sudah menyadarkan kaum perempuan (Feminisme maupun Pro-Feminis) tetapi perempuannya tidak memahami. Mau di naikkan ya tidak bisa, perempuannya sendiri tidak sadar dengan dirinya sendiri. Kalau dia sedang diperjuangkan.
Ada beberapa macam tingkatan manusia yaitu basyar, insan khalifah dan ‘abed.  Basyar itu biologis dan insan ( itu setinggat diatas Basyar yang memiliki kualitas tertentu sebagai pembedanya). Biologis itu bisa dipandang berbeda (diskriminasi) oleh setiap orang, tetapi rohaninya sama. Persamaan itu dari segi substansi dan esensi. Walaupun sama tetap saja berbeda dalam segi yang lainnya.
Berbicara soal hubungan imam dan makmum dalam salah satu hadit yang ada, itu masalah kelaziman di daerah tersebut. Kesetaraan untuk menjadi imam bagi jamaah masih perlu dipertanyakan karena dalam suatu kaum kelaziman untuk siapa yang menjadi imam masih diutamakan. Perempuan bisa menjadi imam apabila kondisi disitu tidak memungkinkan laki-laki untuk menjadi imam. Akan menimbulkan ketidaknyamanan itu Menurut Ibnu Taimiah, kalau melakukan pengalaman ibadah tertentu, harus mengutamakan aspek psikologi. Kalau kurang tepat dan dapat mengganggu kenyamanan lebih baik yang lainnya saja (laki-laki). Sekarang ini hadist itu dijadikan patokan yang berimplikasi ke politik dan sosial.
Ketimpangan antara laki-laki menjadikan problema yang cukup sensitif untuk dibicarakan. Akan tetapi kajian gender akan terus berlanjut pada tema kedua Perlindungan Hak-hak Perempuan Perspektif HAM dan Islam Oleh Ust. Nakhai yang saat ini menjabat sebagai Komisioner Komnas Perempuan RI tanggal 30 November 2015 yang bertempat di Aula Utama IAIN tulungagung pukul 18.30.(institut transvaluasi for humas)