Tulungagung --- Universitas Islam Negeri Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung (UIN SATU Tulungagung) kembali mengukuhkan guru besarnya. Kali ini adalah Ahmad Muhtadi Anshor yang dikukuhkan sebagai guru besar dalam bidang ilmu Ushul Fiqih pada Kamis (22/02/2024) di Aula Lantai 6 Gedung KH Arief Mustaqiem. Pengukuhan ini dilakukan langsung oleh Rektor UIN SATU Tulungagung, Abd. Aziz. yang dihadiri oleh sejumlah tamu undangan, mulai dari Rektor, wakil rektor, sekertaris senat, beserta jajarannya.
Acara pengukuhan diawali dengan menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya, Mars UIN SATU Tulungagung yang kemudian acara dibuka oleh Ketua Senat UIN SATU Tulungagung, Achmad Patoni. Dilanjutkan dengan pembacaan ayat-ayat suci Al-Qur’an oleh Anggun Afina Khuriyatus Sofa, mahasiswi UIN SATU Tulungagung dan disusul dengan pembacaan doa yang dipimpin oleh ustad Taqiyuddin Alawi Masduqi.
Setelah selesai pembacaan doa, acara dilanjutkan dengan pembacaan SK Guru Besar oleh Sekretaris Senat UIN SATU Tulungagung, Dede Nurohman yang disusul dengan pemutaran film dokumenter tentang kisah hidup Ahmad Muhtadi Anshor selaku Guru Besar yang Dikukuhkan dengan judul "Langkah Santri dari Sawentar”.
Seusai pemutaran film dokumenter, Ahmad Muhtadi Anshor selaku guru besar yang akan dikukuhkan dipersilakan untuk menyampaikan pidato pengukuhannya. Dalam pidato pengukuhannya, beliau menyampaikan tema yang diambil, yakni “Moderasi Ushul Fiqh, Mengurai Problematika Keagamaan, Kemanusiaan, dan Lingkungan di Indonesia”.
Dalam pidato pengukuhannya, Ahmad Muhtadi Anshor mengutip kalimat dari Gus Dur, yang berbunyi, “Perbedaan itu fitrah, dan ia harus diletakkan dalam prinsip kemanusiaan universal.” Menurutnya, permasalahan problematika Fiqih itu akan selalu berkembang seiring dengan kehidupan peradaban umat manusia.
Dia juga bercerita mengenai permasalahan Mbah Kyai Bisri Sansuri dan Mbah Wahab Hasbullah yang berbeda pendapat mengenai Yayasan Ya Mualim yang ada di Semarang,
“Mbahyai wahab bilang fiqih iku nek digawe rupek dadi yo akih. (kalau sempit ya diperlebar),” katanya.
Fiqih itu pasti menemukan solusi dari setiap permasalahan yang terjadi. dalam hal ini beliau menyampaikan meskipun akan terdapat perbedaan, tetapi perbedaan itu akan menemukan kebenaran.
“Ketika permasalahan itu menjadi buntu, maka disana pasti ada solusi, toh itu hasilnya kebenarannya yg sifatnya ijtiahdi, kebenaran yg sifatnya nisbi bukan kebenaran yg sifatnya mutlak,” ungkap pria asal Kanigoro Blitar ini.
Mengutip dari buku NU Liberal karya Mujamil Qomar, menurutnya saking pentingnya ilmu fiqih, dia menekankan bahwa Fiqih itu ratu ilmu pengetahuan, petunjuk bagi seluruh perilaku, dan penjelas apa yang boleh dan apa yang tidak boleh.
Dalam pidato pengukuhannya, terdapat tiga hal penting yang disampaikannya yakni problem keagamaan, problem kemanusiaan, problem lingkungan.
Pertama, problematika keagamaan, ini merujuk kepada contoh pemahaman tentang agama yang tidak diakui berimplikasi kepada produk legilasi dan praktek birokrasi pemerintah di Indonesia, implikasi ini yang kemudian mengakibatkan pengecualiaan hak hak kewarganegaraan. Yang kedua, problematika kemanusiaan yang ada di Indonesia, seperti sikap kurang menghargai satu sama lain, sifat egoism dan menyebabkan tidak terpenuhinya hak-hak orang lain, serta kemunduran demokrasi yang dibuktikan dengan politik kebencian dan ujaran kebencian.
Masalah yang ketiga adalah masalah besar terkait dengan lingkungan. Dalam hal ini Ahmad Muhtadi Anshor menyampaikan bahwasanya ada 10 masalah terbesar lingkungan di Indonesia, yakni sampah, banjir, sungai tercemar, pemanasan global, pencemaran udara, rusaknya ekosistem laut, sulitnya air bersih, kerusakan hutan, aborsi, dan pencemaran tanah.
Di bagian lain, Ahmad Muhtadi Anshor juga memberikan penjelasan bahwa fatwa itu bisa berubah sesuai dengan situasi dan kondisi dalam peradaban umat manusia.
Dia menjelaskan. bahwa sebuah fatwa pada waktunya itu relevan, tapi kalau mungkin kemudian dibawa pada saat ini mungkin perlu dikaji atau mungkin sudah tidak relevan lagi. Contohnya misalnya bahsul masail NU sebagai sebuah lembaga fatwa tahun 1997. Forum ini memutuskan mengharamkan orang memakai dasi, mengharamkan orang memakai celanan panjang, bersepatu atau memakai topi, itu bisa dilihat keputusannya pada waktu itu.
”Argumen yang diacu adalah bahwa pakaian-pakain tersebut adalah tradisi adat kebiasaan yang dipakai oleh penjajah Belanda pada waktu itu, yg mereka dr sisi keagamaan adalh non muslim atau bahasanya kafir, maka hasil keutusannnya dengan mengacu itu, orang berpakaian semacam itu dilarang, man tassaba min qoumin, mengambil dari referensi Buyatul Mustarsyidin karya Syekh Abdul Rohman Baalawi,” terangnya.
Dalam hal ini, fatwa dari para mujtahid akan selalu dipertimbangkan dan disesuaikan dengan kondisi yang ada, bisa berubah ataupun tidak. Dengan ini Profesor Ushul Fiqh pertama UIN SATU Tulungagugn tersebut kemudian menawarkan metodologi dalam moderasi Ushul Fiqih.
“Dari apa yg saya sampaikan tawaran metodologi dalam ushul fiqih, tradisi ikhtilafi fuqoha menjadi sumber untuk memahami pergeseran pemikiran hukum islam (fiqh) bahwa perbedaan adalah rahmat. Maka tradisi ikhtilaful fuqaha menjadi sumber untuk memahami pergeseran pemikiran islam atau fiqih bahwa perbedaan adlh Rahmat,” katanya.
Selain itu, ijtihad ushul fiqih direalisasikan melalui kaidah sebagai berikut juga penting, seperti Insbath hukum merupakan perpaduan antara nalar tekstual dan kontekstual.
Setelah pidato pengukuhan, acara dilanjutkan dengan prosesi pengukuhan oleh Rektor UIN SATU Tulungagung, Abd. Aziz yang ditandai dengan pengalungan shamir dan penyerahan SK Guru Besar kepada Guru Besar yang dikukuhkan.
Seusai prosesi, dalam sambutannya, Rektor mengatakan bahwa ada pekerjaan rumah yang harus dilaksanakan oleh kepada Ahmad Muhtadi Anshor sebagai Guru Besar bidang ilmu Ushul Fiqh, yakni terkait penggunaan mata uang kripto atau uang virtual oleh generasi gen-z.
“Di indonesia ini ada 247 pelanggan 247 pemeluk agama Islam dan itu 18 persen itu adalah sebagai pelanggan kripto, dan ini problem. Dan sementara ini kalau yang disampaikan bahwa fiqih itu adalah tradisi atau perubahan dari zaman, maka ada 18 persen umat Islam sebagai pengguna kripto atau uang virtual saya kira ini adalah PR untuk guru besar Fiqih,” kata Rektor.
Selain itu, masih menurut Rektor, problem yang terjadi sekarang, usaha yang ada di Indonesia. Misalnya ketika ada anak muda sebagai Youtuber atau sebagai konten kreator.
“Apakah ini tidak ada problem fiqihnya? Ada Pak Muh. Mulai dari konten yang mereka muat sampai dia mendapatkan uang yg masuk ke rekening. Nah bagaimana dengan konten isinya? Karena fiqih itu tidak hanya membahas hasil akhirnya tapi bagamana dengan prosesnya? Saya kira ini menjadi problem di kampus,” kata Rektor.
Dalam menutup sambutannya, Rektor juga menyampaikan, bahwa ada beberapa PR yang bisa dijadikan diskusi, seminar terkait dengan hal hal seperti itu. Perlu juga tema-tema begitu dibahas dan akan menelurkan sebuah hukum baru mau diharamkan atau bagaimana.
“Saya kira perlu ada naskah akademik, dan ada ilmuwan yang bisa dipertanggungjawabkan,” tegas Rektor.
Tak lupa, Rektor juga menyampaikan terima kasih kepada seluruh tamu undangan yang telah meluangkan waktunya untuk datang dalam acara pengukuhan guru besar ini.
Rapat Senat Terbuka dalam rangka Pengukuhan Guru Besar dalam bidang ilmu Ushul Fiqih ini selengkapnya bisa disaksikan di Youtube SATU Televisi.(lusi)